Seorang Hamba yang mengharap hanya keridhaan Allah SWT. semoga Barokah. Amin Ya Rabb

Rabu, 26 Oktober 2011

ppt

pemamfaatab limbah nanas

PENGGUNAAN LIMBAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr) SEBAGAI FEED SUPLEMENT PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia
Diampu Oleh : Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS




OLEH:
NAMA MOH. WAQID
NIM 105050113111035
KELAS A




FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyediaan hijauan di Indonesia masih menjadi masalah, terutama pada musim kemarau serta daerah yang penduduknya relative padat. Sehingga mempengaruhi sulitnya usaha peternakan mengalami perkembangan. Kondisi tersebut di akibtakan oleh masalah pakan penyediaan pakan dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang belum mencukupi. Penggunanan bahan pakan (inkonvensional) alternative merupakan salah satu alternative pemecahan masalah tersebut, seperti penggunaan limbah pertanian maupun industry pertanian.
Usaha ternak ruminansia sebagai salah satu sumber protein hewani asal daging serta susu sangat tergantung akan asupan bahan pakan yang tersedia dan memiliki kualitas yang relative baik bagi perkembangan ternak. Pakan sampai saat ini menyumbang 70% dari total pembiayaan usaha ternak. Usaha peternakan yang telah intensif pun kebanyakan masih mengandalkan sumber pakan yang biasa digunakan sejak dulu. Inovasi untuk mendapatkan sumber pakan baru bagi ternak ruminansia mutlak diperlukan. Peningkatan produksi ternak ruminansia memerlukan penyediaan jumlah pakan dalam jumlah besar, terutama pakan berserat kasar (roughage) yang murah. Perluasan areal untuk penanaman pakan ternak akan semakin terbatas, terutama pada daerah padat penduduk. Disamping itu penanaman pakan ternak menghadapi beberapa kendala yaitu :
• Memerlukan investasi lahan yang cukup mahal,
• Pemeliharaan tanaman yang tidak murah,
• Pengangkutan hijauan ke farm yang kontinyu (tiap hari),
• Hasil panen yang fluktuatif (tergantung musim), dan
• Proses Penyimpanan yang juga memerlukan biaya yang relatif mahal (kebanyakan disimpan dalam bentuk silase).
Hasil intensifikasi tanaman pangan tidak hanya mengahsilkan bahan pangan, tetapi juga menghasilkan limbah berserat yang melimpah sehingga integrasi antara tanaman pangan dengan ternak merupakan suatu alternatif untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak.
Menurut Devendra (1987), manyebutkan bahwa pengembangan penggunaan limbah yang berasal dari agroindustri dan bahan pakan nonkonvensional sangat penting dillakukan karena dapat digunakan sebagai substitusi kekurangan hijauan maupun sebagai pengganti hijauan, salah satu limbah pertanian yang memiliki potensi besar yaitu limbah nanas.( Hutagulang et al, 1978).
Pemamfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan satu alternative bijaksana dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak. Dua aspek yang terkait dengan pemamfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak adalah ketersediaan bahan baku penyusun ransum bagi ternak dengan nilai ekonomis yang tinggi dan membantu mengurang pencemaran lingkungan.

1.2. Dasar Masalah
a. Sekilas tentang buah nanas?
b. Bagaimana potensi pemanfaatan limbah nanas sebagai sumber pakan alternatif ( nonkonvensional ) bagi ternak ruminansia?
c. Bagaimanakah teknologi pengolahan limbah nanas sebagai bahan pakan ternak ruminansia?
d. Bagaimana alur serta proses pengolahan limbah Nanas menjadi bahan pakan ternak?
e. Bagaimana batasan penggunaan limbah nanas dalam ransum ternak ruminansia?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini untuk mengetahui potensi limbah nanas sebagai bahan pakan ternak ruminansia, teknologi pengolahan limbah nanas menjadi bahan pakan ternak, alur pembuatan dan proses pengolahan limbah nanas menjadi bahan pakan ternak ruminansia serta mengethaui batasab penggunaan limbah nanas dalam ransum ruminansia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sekilas Tentang Buah Nanas
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak dengan daging buah berwarna kuning. Kandungan air yang dimiliki buah nanas adalah 90%. Nanas kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, Khlor, Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin. Dalam bahasa Inggris, nanas disebut pineapple yang berasal dari persamaan bentuk buah pohon pinus yaitu pine-cone (biji/buah cemara). Sebutan ini pertama kali tercatat pada 1398, yang asalnya dulu digunakan untuk menjelaskan organ reproduksi dari pohon conifer (sekarang disebutpine-cone). Ketika bangsa Eropa melakukan eksplorasi laut (menjelajah dunia) maka ditemukanlah buah tropikal ini, bangsa Eropa menyebutnya “pineapples” (kata ini tercatat pada 1664). Dalam bahasa ilmiah, nama dari nanas adalah Ananas Comosus.
Produktivitas ternak sangat di pengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Kondisi optomim pertumbuhan ternak tidak akan tercapai dengan hanya diberikan rumput saja. Penambahan zat gizi dalam bentuk bahan penguat atau hijauan yang mengandung protein tinggi, sehingga harus ada pencampuran dengan leguminosa. Karena semakin berfariasi ransum yang diberikan akan menambah konsumsi ternak terhadap bahan pakan serta dapat menyempurnakan kandungan nutrisi. Namun, hal yang perlu di perhatikan adanya kandungan metabolit sekunder ( zat anti nutrisi) yang dapat mempengaruhi kuantitas maupun batasan penggunaan dalam ransum.
Salah satu cara dalam mengatasi kekurangan hijauan adalah dengan memamfaatkan limbah pertanian sebagai pengganti hijauan. Menurut devendra (1987), menyebutkan bahwa pengembangan penggunaan limbah yang berasal dari agroindustri dan bahan pakan nonkonvnsional sangat penting dilakukan. Salah satu limbah yang memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan pakan alternative adalah limbah nanas. Limbah nanas merupakan sumber energy yang potensial, karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, yaitu 71,6% bahan ekstrak tanpa N (BETN) dan 9,35 % serat kasar. (Senik, 1978). Produksi limbah nanas yang di hasilkan dalam industry pengalengan nanas sangat besar. Tiap hektar lahan yang digunakan menghasilkan sekitar 14 ton buah, dan sekitar 60-80% di buang sebagai limbah. (Hutagulang et al, 1978).
Menurut data dari badan penelitian dan pengembangan pertanian, departemen pertanian (2009), menyebutkan bahwa kandungan nutrisi buah nanas terdiri dari bahan kering 54,2%, bahan organic 91,9%, abu 8,1%, NDF 57,3%, ADF 31, 1%, energy kasar 4481 kkal/kgBK serta energy cerna 2120 kkal/kgBK.
Limbah nanas mengandung serat (NDF) yang relative tinggi 57, 3%, sedangkan protein kasar termasuk rendah yaitu hany 3,5%. Oleh Karena itu potensi penggunaan nanas bukan sebagai komponen penyusun konsentrat, namun lebih sebagai pakan dasar penyusun ransum. Limbah nanas yang telah dikeringkan dapat digunakan langsung sebagai bahan pakan dasar. Sedangkan bila digunakan sebagai pakan dasar dalam pakan komplit limbah harus digiling lebih dahulu. Sebagai pakan dasar limbah nanas diharapkan dapat meminimalisir ketergantungan akan pengadaan akan pengadaan hijauan pakan bagi kebutuhan ternak.

2.2. Potensi Pemamfaatan Limbah Nanas Sebagai Bahan Pakan Alternative
Produksi buah nanas secara nasional mencapai 702 ton pertahun dan sebagian besar disumbang oleh lima daerah utama penghasl nanas yaitu sumatera utara, sumatera selatan, lampung, jawa barat dan jawa timur. Potensi tanaman nanas sebagai sumber bahan pakan ternak dimungkinkan, apabila terdapat industry yang akan mengolah buah nanas menjadi produk hasil olahan berupa sari nanas. Tingkat rendemen sekitar 15%, atau dihasilkan produk limbah berupa campuran kulit dan serat perasan daging buah sebesar 85%. Walaupun tidak seluruh produksi tanaman nanas digunakan untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolah yang ada , secara potensi terdapat 596 ribu ton pertahun limbah segar nanas yang dapat dimamfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Bila dikonversikan kedalam kedalam bahan kering dengan kadar air 24% , maka terdapat potensi sebesar 143 ribu ton pertahun limbah nanas kering. (Poerwanto, 2005)
Menurut Winarno (1993) bromelin merupakan enzim protease yang dapat menghirolisis protein. Enzim ini mudah diperoleh karena tanamannya dapat berbuah sepanjang tahun tanpa tergantung oleh musim. Buah nanas kaya akan enzim bromelin yang berguna untuk melegakan tenggorokan dan membantu pencernaan. Enzim bromelain mencerna protein di dalam makanan dan menyiapkannya agar mudah diserap tubuh. Bromelin membantu proses penyembuhan luka dan mengurangi pembengkakan atau peradangan di dalam tubuh. Nanas adalah pilihan yang baik bagi pasien sebelum dan sesudah menjalani operasi. Menurut Hero (2008) selama 5 tahun terakhir tahun 2000 sampai 2005 perkembangan produksi nanas Indonesia rata-rata sebesar 6.145.382 ton.

2.3. Teknologi Pengolahan Limbah Nanas
Tehnologi pengolahan limbah nanas untuk menghasilkan bahan pakan ternak kebanyakan dilakukan dengan cara pengeringan dikarenakan mengandung air dalam jumlah besar, sehingga membutuhkan pengeringan secara intensif dan cepat untuk menghindari kerusakan bahan pakan. Namun, limbah nanas dapat juga diproses dengan menggunakan tehnologi fermentasi untuk menghasilkan produk silase limbah nanas. Hal ini dimungkinkan karena kandungan air sebesar 75% sesuai proses pembuatan silase (MC Donald, 1981). Tehnologi ini dapat dapat mengatasi masalah cepatnya limbah mengalami kerusakan apabila todak segera di keringan dengan demikian pengolahan limbah menjadi silase dapat menghindari proses penggilingan maupun penggilingan, karena silase limbah dapat langsung digunakan sebagai bahan pakan dasar. Hal ini dengan sendirinya berpotensi untuk mengurangi biaya pengolahan secara signifikan , walaupun untuk mengolah limbah menjadi bentuk silase juga membutuhkan biaya, antara lain untuk pembuatan silo dan bahan aditif. Diperlukan analisis efisiensi ekonomis untuk mengetahui proses pengolahan yang paling optimal dalam memamfaatkan limbah nanas tersebut yang hasilnya ditentukan oleh skala produksi.

2.4. Alur Pembuatan Serta Proses Pengolahan Limbah Nanas
Alur pembuatan limbah nanas yaitu :
Sumber : simon p. ginting dkk (2009), poerwanto (2005)









Buah nanas
(1000 kg)





Sari Nanas
(150 kg)



Kulit SPDB (850 kg)


Fermentasi



Pengeringan




Penggilingan












Kulit-SPDB (204kg)




Kulit-SPDB


Pengganti Rumput
(Pakan Komplit)

Silase Kulit-SPDB (850 kg)









Pakan Dasar
(pengganti Rumput
Proses pengolahan limbah nanas menjadi bahan pakan ternak , yaitu memiliki tiga cara yang meliputi :
a. pengeringan, kulit buah dikeringkan untuk mendapatkan kulit buah kering dangan kadar air 13% kering matahari membutuhkan waktu 3-4 jam.
b. Penggilingan, kulit buah yang telah kering digiling untuk menghasilkna tepung atau remah kulit buah yang lebih baik dibandingkan dengan tepung untuk memberi efek positif terhadap rumen,
c. Pencampuran, tepung atau remah kulit nanas kering dapat digunakan sebagai komponen pakan konsentrat ataupun pakan komplit.
Penggunaan limbah nanas sebagai bahan pakan ternak dapat digunakan sebagai sumber energy untuk kebutuhan ternak ternak ruminansia seperti kambing sedangkan penggunaannya dalam bentuk komponen konsentrat, maupun pakan komplit. Melalui data yang didapat dari departemen pertanian (2009) menyebutkan bahwa pertambahan bobot badan hewan percobaan termasuk sedang dengan konversi pakan 62 sampai 66 g, dengan konversi pakan antara 8,6- 12,2. Pertambahan bobot badan cenderung menurun dan konversi pakan cenderung semakin tinggi dengan meningkatkan taraf subtitusi hijauan dengan limbah nanas. Oleh Karena itu, taraf penggunaan limbah nanas untuk menstubsitusi hijauan perlu di tentukan perlu dipertimbangkan berdasrkan optima biologis maupun optima ekonomisnya. Adanya potensi limbah nanas untuk mensubtitusi sebagian atau seluruh komponen hijauaj dalam pakan merupakan “Nilai Nutrisi” yang dibutuhkan dalam mengembangkan system integrasi produksi ternak dengan tanaman nanas.

2.5. Batasan Penggunaan Limbah Nanas Dalam Ransum Ruminansia
Sebagai bahan pakan kulit buah nanas dapat digunakan sebanyak 10-20% dalam pakan. Penggunaan lebih 20% dapat menurunkan bobot badan. Menurut junior et al (2005), mengungkapkan bahwa limbah hasil pengolahan buah-buahan berpotnsi digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Hasil penelitian Kellens et al (1979), menunjukkan bahwa limbah nanas mempunyai potensi besar untuk digunakan sebagai pakan ruminansia ketika disuplementasi oleh protein dan mineral. Limbah nanas beupa silase dan potongan hijauan dapat memberikan memberikan peningkatan bobot badan mencapai 0,91 kg/hari. Selanjutnya Corella et al (2006), menyebutkan bahwa penggunaan limbah nanas yang sudah dikeringkan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap terhadap kecernaan bahan kering, protein kasar dan Neutral Detergent Fiber (NDF). Selain itu Jetana et al (2008) meneliti penggunaan silase limbah nanas pada ternak kerbau menyimpulkan bahwa pada imbangan silase limbah nanas dengan konsentrat sebesar 40:60 menghasilkan efisiensi dalam hal eksresi turunan purin dan urinper kg bahan organic tercerna yang dikonsumsi. Ginting et al (2005) menyebutkan bahwa salah satu factor pembatas dalam penggunaan limbah nanas sebagai pakan adalah kendungan protein dan NDF yang rendah sehingga disarankan penggunaannya tidak dalam bentuk tunggal. Selanjutnya, Ginting et al (2007) menyebutkan bahwa penggunaan silase limbah nanas dapat mencapai 75% dalam ransum ketika dikombinasikan dengan konsentrat.
Table penggunaann serta konversi pakan limbah nanas
penggunaan Taraf (%) PBBH (g) KP
Komponen konsentat 15-20 60-80 10-14
Komponen pakan komplit 10-15 80-105 8-10
Keterangan : PBBH : Pertambahan Bobot Badan Harian ,
KP : Konversi Pakan ( Konsumsi/ PBBH)
Dalam penelitian Makruf Tafsin Dkk (2008) tentang pemamfaatan limbah nanas yang digunakan sebagai pensubstitusi campuran rumput gajah dengan rumput kaliandra (60:40) terhadap nilai kecernaan dan Rasio Digestible Nutrient (TDN) domba local (ruminansia), menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar mempunyai kecenderungan yang menurun dengan menggunakan limbah nanas lebih dari 10%. Kecernaan protein kasar erat kaitannya dengan keseimbangan zat makanan dalam ransum, terutama keseimbangan protein dan karbohidrat yang mudah dicerna. Keseimbangan tersebut akan mempengaruhi pola fermentasi di dalam rumen. Menurut Arora (1989), makanan yang kandungan karbohidrat mudah dicernanya tinggi akan memerlukan nitrogen (protein kasar)yang lebih tinggi untuk pertumbuhan optimum mikroorganisme. Sedangkan kecernaan serat kasar mengalami nilai yang lebih rendah. Hal ini erat kaitannya dengan dengan kandungan protein kasar yang rendah dalam ransum. Menurut Mc Donald et al (1995), protein kasar yang rendah akan menghambat mikroflora dan mikrofauna , dan akibatnya kemampuan mikroorganisme untuk mencrna serat kasar akan berkurang.
Adapun dalam pengamatan nilai kecernaan terhadap Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) menunjukkan hasil yang cukup baik dimana teradi peningkatan daya cerna sampai 40%. Pemberian ransum dengan serat kasar yang rendah secara kontinyu dapat mengadaptasikan ternak ruminansia terhadap karbohidrat yang mudah dicerna selain itu bakteri yang merombaknya juga meningkat. (Arora, 1989). Sementara nilai TDN ransum meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan limbah nanas sampai 40%. Hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai BETN dapat dicerna walaupun nilai protein dan serat kasar menurun. Penggunaan limbah nanas sebanyak 50% menunjukkan nilai TDN yang lebih rendah dibanding dengan menggunakan limbah nanas 40%. Hal ini disebabkan penggunaan limbah nanas dapat meningkatkan kandungan karbohidrat yang mudah dicerna sehingga berakibat menurunnya kecernaan zat makanan terutama untuk protein kasar dan serat kasar. Pada penggunaan limbah nanas 50%, nilain serat kasar dan protein dapat dicerna sudah sangat rendah, sehingga nilai TDN ransum menurun. (Makruf Tafsin dkk, 2008)

makalah bahan kuliah

MAKALAH
BUNGKIL KEDELAI

NAMA KELOMPOK
LINDA WULANDARI AYUN 105050101111086
EDI SUSANTO 105050113111031
IQBALUL KHOIRI 105050113111032
MOH. WAQID 105050113111035












UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PETERNAKAN
MALANG
2011
DAFTAR NILAI
No Nama kelompok Nilai
1 LINDA WULANDARI AYUN
2 EDI SUSANTO
3 IQBALUL KHOIRI
4 MOH. WAQID

Malang, 30 Juni 2011
Ttd

Co. kelompok



DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Nilai …………………………………………………………………………………………. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………….. ii
Daftar Tabel ………………………………………………………………………………………… iii
Daftar Gambar ……………………………………………………………………………………. iv
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang …………………………………………………………………….. 1
2. Tujuan ………………………………………………………………………………… 3
II. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi bungkil kedelai ……………………………………………………… 4
2. Struktur bungkil kedelai ………………………………………………………. 11
3. Sistematika pembuatan bungkil kedelai ………………………………… 21
4. Kandungan Zat Makanan Bungkil Kedelai …………………………….. 29
5. Penggunaan Bungkil Kedelai Sebagai Bahan Pakan Ternak ……. 42
III. Penutup
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 48
Daftar Pustaka


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Kandungan Gizi Kedelai ……………………………………………… 23
Tabel 1.2. Skema Sederhana Pembuatan Bungkil Kedelai …………….. 29
Tabel 1.3. Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai ………………………………. 34
Tabel 1.4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai ………………. 35
Tabel 1.5. Komposisi Tepung Bungkil Kedelai Dalam Persen ………... 40















DAFTAR GAMBAR

Gambar a. kedelai………………………………………………………………………… 4
Gambar b. Biji kedelai……………………………………………………………………. 6
Gambar c. Bungkil kedelai……………………………………………………………… 8
Gambar d. Bungkil kedelai……………………………………......................... 10

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Kedelai merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan ke Nusantara oleh pendatang dari Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar.
Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC (Republic Rakyat Cina) dan Jepang selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia.
Kedelai dibudidayakan dilahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar Nitrogen dan Fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan Nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" Bakteri Pengikat Nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya.
Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai,mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%. Tetapi kandungan methionin rendah. Untuk mengatasi kekurangan ini umumnya para peternak menggunakn Methionine buatan pabrik. Methionine merupakan Asam Amino esensial yang dibutuhkan oleh ternak. Dewasa ini Asam Amino jenis ini sudah diproduksi dan dikemas sebagai produk siap pakai oleh pabrik. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40%. Walaupun dalam penggunaannya sangat dominan, akan tetapi memiliki zata anti nutrisi yang ada pada Kacang kedelai mentah mengandung beberapa trypsin, yang tidak tahan terhadap panas, oleh karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu.
Walaupun demikian, dalam setiap usaha peternakan kualitas dan kuantitas bahan baku pakan merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan pemilihan dan penggunaan bahan pakan tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan produksi. Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung terhadap keperluan banyaknya protein termasuk kebutuhan akan asam amino setiap ternak. Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tidak lebih baik dari protein yang berasal dari hewan. Protein nabati cenderung kekurangan asam-asam amino esensial. Bahan baku pakan sumber protein nabati yang sering digunakan oleh industri makanan ternak diindonesia akhir-akhir ini antara lain adalah bungkil kedelai, bungkil kelapa dan bungkil sawit.
2. TUJUAN
Tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana klasifikasi, struktur, sistematika (lay out), pembuatan tepung dan kandungan zat makanan serta penggunaan bungkil kedelai sebagai bahan pakan ternak yang dominan merupakan sumber protein.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KLASIFIKASI TEPUNG KEDELAI

Gambar a. Kedelai
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :


Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species :Glycine max (L.) Merill

Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein yang paling baik
serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein
berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein. Selain dari kandungan gizi yang tinggi, kedelai merupakan sumber isoflavon. Isoflavon merupakan salah satu senyawa fitoestrogen, yaitu senyawa nabati yang memiliki efek serupa dengan estrogen. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause, memperbaiki lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan arteriosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan endometrium. Isoflavon terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik.
Aktifitas estrogenik isoflavon diketahui terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan dietilstilbesterol, yang biasanya digunakan sebagai obat yang memiliki sifat estrogenik . Isoflavon mampu berikatan dengan reseptor estrogen sehingga dapat berpotensi sebagai pengganti hormon estrogen yang relatif aman. Struktur molekul isoflavon kedelai dan produk olahannya memiliki kemiripan dengan estrogen endogen, oleh sebab itu isoflavon mampu berikatan dengan reseptor estrogen, dan pada akhirnya isoflavon dapat menggantikan fungsi estrogen. Afinitas isoflavon terhadap reseptor estrogen sangatlah rendah bila dibandingkan dengan estrogen endogenous sehingga diperlukan jumlah fitoestrogen yang sangat besar untuk memperoleh efek yang memadai seperti estrogen.
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah 20 yang kecil. Selain mengandung protein, kedelai juga mengandung zat besi, kalsium, vitamin A dan vitamin B1. Protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino esensial. Asam amino tersebut tidak dapat disintesis oleh tubuh, jadi harus dikonsumsi dari luar. Meskipun kadar minyaknya sekitar 18%, tetapi ternyata kadar lemak jenuhnya rendah dan bebas terhadap kolesterol serta rendah nilai kalorinya. Kedelai banyak dikonsumsi oleh manusia sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan protein hewani yang relatif lebih mahal.

Gambar b. Biji kedelai
Biji kedelai memiliki manfaat bagi kesehatan manusia. Salah satu senyawa yang terkandung dalam kedelai adalah isoflavon. Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesa oleh tanaman. Namun, tidak sebagai layaknya senyawa metabolit sekunder karena senyawa ini tidak disintesa oleh mikroorganisme. Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2–4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk senyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein, dan daidzein. Masyarakat Indonesia yang secara tradisi telah lama mengkonsurnsi kedelai dalam bentuk produk-produk olahan seperti tahu, tempe, tauco, dan kecap, banyak diuntungkan dalam berbagai faktor karena produk tersebut mengandung nilai gizi tinggi, khususnya sebagai sumber protein; harganya relatif murah; mengandung senyawa aktif, khususnya isoflavon yang banyak mempunyai aktivitas fisiologis; serta produk yang dikonsumsi merupakan produk hasil olahan sehingga telah terjadi proses dekomposisi senyawa isoflavon kompleks menjadi senyawa isoflavon aglikon yang aktif. Bentuk-bentuk produk olahan makanan tersebut sekaligus merupakan sumber isoflavon potensial untuk menunjang kesehatan tubuh kita. Berdasarkan hal tersebut maka mengkonsumsi kedelai dalam bentuk produk olahan terfermentasi lebih dianjurkan.
Mengingat berbagai potensi kedelai sebagai sumber gizi dan senyawa aktif serta prospeknya untuk dikembangkannya produk-produk baru, kedelai banyak disebut sebagai the golden bean, the miracle bean, food for the future, dan sebagainya. Kedelai mengandung lemak tak jenuh linoleat, oleat dan arakhidat,
berfungsi sebagai zat yang mencegah penumpukan lemak berlebihan dalam tubuh21 (lipotropikum) dan kandungan serat kedelai yang sangat tinggi berfungsi untuk membantu merangsang metabolisme dan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta genistein yaitu senyawa fitoesterogen dalam kedelai yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor. Kedelai mentah yang tidak mengalami proses fermentasi mengandung senyawa antigizi diantaranya antitripsin, hemaglutinin, asam fitat dan oligosakarida penyebab timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung (flatulensi).
Kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai pakan ayam karena kacang kedelai mentah mengandung beberapa trypsin, yang tidak tahan terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu. Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai,mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%. Tetapi kandungan methionisne rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan methionisme dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik.


Gambar c. Bungkil kedelai

Hasil analisis tepung kedelai menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama yaitu daidzein, glisitein dan genistein. Hasil analisis kromatrogram menunjukkan bahwa senyawa isoflavon yang paling dominan pada tepung kedelai adalah daidzein dan genistein. Kandungan genistein dalam tepung kedelai 65.15 mg/kg bk.
Selain sebagai bahan pembuat tempe dan tahu, kacang kedele mentah mengandung “penghambat trypsin” yang harus dihilangkan oleh pemanasan atau metoda lain, sedangkan bungkil kacang kedelai, merupakan limbah dari proses pembuatan minyak kedelai.
Yang menjadi faktor pembatas pada penggunaan kedelai ini adalah asam amino metionin.
Bungkil kedelai mempunyai sumber protein yang cukup tinggi terutama untuk protein kasarnya, sehingga kurang baik jika diberikan terlalu banyak. Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin.
Protein kedelai mempunyai sifat-sifat khusus yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat air punya daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film, pembentukadonan dan pengental. Kandungan amino lisinnya tinggi. Asam amino dibutuhkan untuk membantu produksi antibody hormone dan enzim. Kacang kedelai mempunyai rasa langu karena keberadaan enzimlipoksigenase. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian lembaga pada kacang-kacangan. Pada kacang kedelai aktivitas enzim lipoksigenase lebih aktif daripadakacang tanah dan kacang hijau. Enzim lipoksigenase mengkatalisoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menjadi tengik dan tidak stabil selamapenyimpanan. Kacang kedelai asam lemak tak jenuh sebesar 85%. Pembentukan bau langu pada kacang kedelai mungkin terjadi akibat adanyaaktivitas enzimatik dari lipokgenase. Kacang kedelai mempunyaikandungan protein sebesar 35%.

Gambar d. Bungkil kedelai
bungkil kedelai termasuk dalam klasifikasi bahan pakan sumber protein, berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar dan zat antinutrisinya berupa mimosin. Bungkil kedelai memiliki kandungan zat nutrisi yaitu 4,9% abu, 16,6% lemak kasar, 60% serat kasar, 26,1% BETN dan 32,4% protein kasar. Protein yang terkandung oleh bungkil kedelai cukup tinggi sehingga dalam penyusunan ransum bungkil kedelai digunakan sebagai sumber protein. Kualitas bungkil kedelai tergantung pada proses pengambilan minyaknya, varietas kacang kedelai dan kualitas kacang kedelainya.
Berdasarkan SNI 01-2904-1996 bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah ekstraksi minyaknya secara mekanis (Expeller) atau secara kimia (Solvent).bungkil kedelai dihasilkan dari gilingan ampas kedelai setelah diambil seluruh minyaknya. Komposisi nutrisi bungkil kedelai sangat beragam tergantung pada jumlah hull atau serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan kembali kedalam ampas kedelai serta sisa minyak yang masih tertinggal. Bungkil kedelai merupakan sumber protein dalam menyusun ransum ternak, bungkil kedelai memiliki nilai ekonomi tinggi bagi industry pakan ternak, bisa jadi merupakan ‘produk utama’ ataupun ‘limbah’ dari industri pengolahan kedelai. Sumber protein yang lain seperti Corn Gluten Meal (CGM), Meat And Bone Meal (MBM), dan tepung ikan juga dipakai oleh peracik pakan untuk menggenapi kandungan protein dalam pakan ternaknya.
Bungkil kedelai juga merupakan limbah dari industri minyak biji kedelai. Bulk density bungkil kedelai yang baik adalah 594,1-610,2 g/L. Kandungan protein bungkil kedelai yang diperoleh secara mekanik adalah 41% mempunyai kandundan lemak 4,8%. Sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai kandungan lemak sebesar 1,32%. Bungkil kedelai agak rendah mengandung 0,27%. Kandungan phosfor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%. Seperti biji kedelai tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niacin tidak tinggi, kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya.

2.3 . STRUKTUR BUNGKIL KEDELAI
Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (ekspeller) atau secara kimia (solvent). Bungkil kedelai yang dihasilkan secara mekanis lebih banyak mengandung minyak dan serat kasar, serta lebih sedikit kandungan proteinnya dibandingkan dengan bungkil kedelai yang dihasilkan dengan menggunakan larutan hexan (Sutardi T, 1997).
bungkil kedelai dihasilkan dari gilingan ampas kedelai setelah diambil seluruh minyaknya. Komposisi nutrisi bungkil kedelai sangat beragam tergantung pada jumlah hull atau serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan kembali kedalam ampas kedelai serta sisa minyak yang masih tertinggal.( Julisti B. 2010).
Bungkil kedelai ini mensuplai hampir 25% kebutuhan protein pada unggas. Dibandingkan dengan sumber protein nabati lainnya kedelai mengandung lisin yang tinggi, namun memiliki pembatas tripsin yang oleh banyak ahli dipandang sebagai inhibitor proteolitik yang paling penting dalam pakan unggas karena menyebabkan ketersediaan beberapa asam amino esensial terutama lisin dan argini menjadi berkurang (Renner et al., 1953).
Sekitar 50 % protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisaran antara 15 – 30%, sedangkan untuk pakan ayam petelurbekisaran antara 10-25% (Wina, 1999). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43 – 48%bungkil kedelai juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun zasat anti nutrisi tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan unggas (Boniran S, 1999).
Beberapa komponen yang terdapat dalam bungkil kedelai diantaranya adalah air, protein kasar, serat kasar, abu, lemak, kalsium, pospor, dan aflatoksin. (anonymous, 2009). Dalam pengujian mutu bungkil kedelai dapat dilakukan dengan prinsip pada kadar air kehilangan bobot pada pemanasan 1050 dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada sampel, pada kadar protein senyawa nitrogen diubah menjadi senyawa ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan oleh NaOH, amoniak yang dibebaskan diikat oleh asam borat (H3BO3) dan kemudian dititar dengan larutan asam standar. (Julisti B, 2010).
Pada pengujian mutu bungkil kedelai serat kasar dilakukan dengan prinsip ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahkan serat kasar yang terdapat didalam sampel dari bahan lain. Sedang untuk uji lemak, prinsipnya adalah ekstraksi lemak dengan larutan non polar setelah contoh dihidrolisa dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat. (Julisti B, 2010).
a. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).(anonymous, 2011).
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan. Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organic untuk melakukan replikasi. Semua makhluk hidup yang diketahui memiliki ketergantungan terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan adalah bagian penting dalam proses metabolisme. Air juga dibutuhkan dalam fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis menggunakan cahaya matahari untuk memisahkan atom hidroden dengan oksigen. Hidrogen akan digunakan untuk membentuk glukosa dan oksigen akan dilepas ke udara. (Ardian, 2011).
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan. Fungsi air tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan salah satu komponen utama dalam bahan dan produk pangan. Disebut komponen utama karena kandungan air dalam bahan cukup besar jumlahnya, dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa. Kandungan air dalam bahan pangan dan produk pangan umumnya pada level kritis atau sangat penting.Kandungan air dalam bahan bersifat kritis karena keberadaannya berpengaruh langsung pada daya tahan bahan. Peranan air adalah dapat menjadi penyebab kerusakan atau akan memudahkan rusaknya bahan. Kandungan air dalam bahan makanan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Air dalam produk pangan digolongkan menjadi air bebas, air terikat lemah dan air terikat kuat. Jadi air sangat penting dalam bahan ataupun produk pangan. Pada penentuan kadar air bungkil kedelai digunakan metode oven atau pengeringan SNI 01-2891-1992 yaitu mengeringkan bahan didalam oven selama 3 jam terlebih dahulu dengan suhu 105ºC. (Mansiz E, 2011)
b. Protein Kasar
Protein merupakan polimer dari sekitar 21 asam amino yang berlainan disambungkan dengan ikatan peptide. Protein terdapat baik dalam produk hewan maupun produk tumbuhan. Menurut strukturnya protein merupakan makromolekul dengan berbagai tingkat pengorganisasian struktur. Definisi lain dari protein yaitu asam amino yang agak berbeda karena pada atom nitrogen terikat dua ikatan yaitu dalam bentuk nitrogen sekunder.( Mansiz E, 2011).
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup (anonymous. 2010).
c. Serat Kasar
Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia maupun hewan. Definisi lain serat kasar yaitu bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar antara lain asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Piliang dan Djojosoebagjo (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di Laboratorium. Langkah pertama mengkonstankan kertas saring tak berabu whatman 41 dan kotak timbang sampai bobot tetap. Sampel ditimbang 2 gram. Pertama-tama dilakukan defatting yaitu menghilangkan lemak dalam sampel menggunakan pelarut lemak atau membebaskan lemaknya dengan cara mengenaptuangkan contoh dalam pelarut organik yaitu heksan sebanyak tiga kali. Mengeringkan sampel pada oven. Selanjutnya memasukan sampel ke dalam erlenmeyer 500 mL, menambahkan 50 mL H2SO4 1,25% mendidihkannya selama 15 menit dengan menggunakan pendingin tegak, menambahkan 50 mL NaOH 3,25%.
Dalam keadaan panas menyaring larutan dengan menggunakan corong Buchner, mencuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut turut dengan H2SO4 1,25% dan dengan etanol 96% Setelah penyaringan selesai kertas saring diangkat beserta isinya dan dimasukan kedalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, mengeringkannya pada suhu 105ºC, mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit kemudian menimbang kertas saring hingga diperoleh bobot tetap. (Mansiz E, 2011).
d. Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno,1997).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. Malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
2. Garam-garam anorganik, misalnya Phospat, Carbonat, Chloride, Sulfat Nitrat dan Logam Alkali (Anonimous, 2010).
Abu total didefinisikan sebagai residu yang dihasilkan pada proses pemakaran bahan organik pada suhu 550°C, berupa senyawa anorganik dalam bentuk oksida, garam dan juga mineral. Abu total yang terkandung di dalam produk pangan sangat dibatasi jumlahnya, kandungan abu total bersifat kritis. Kandungan abu total yang tinggi dalam bahan dan produk pangan merupakan indikator yang sangat kuat bahwa produk tersebut potensi bahayanya sangat tinggi untuk dikonsumsi. Tingginya kandungan abu berarti tinggi pula kandungan unsure-unsur logam dalam bahan atau produk pangan. Dalam penentuan kadar abu sebelum cawan dikonstankan, terlebih dahulu dipijarkan dalam tanur, lalu dikonstankan. Setelah pengabuan selesai sebelum dimasukan ke dalam eksikator, dimasukan ke dalam oven cawan tersebut. Lamanya pengabuan tergantung janis bahan yang diuji, penguabuan dianggap selesai apabila diperoleh hasil pengabuan sampel berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan. (Mansiz E, 2011).
e. Lemak
Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K), monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Anonim 2010).
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik (seperti ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Secara amum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah sebenarnya. Minyak dan lemak mempunyai titik didih yang tinggi yaitu sekitar 200ºC Analisa kadar lemak dilakukan dengan metode weibull SNI 01-2891-1992. Menimbang sampel ke dalam beaker glass kemudian menambahkan 30 mL HCl 25%, 20 mL aquades dan batu didih, didihkan selama 15 menit, selanjutnya menyaring dalam keadaan panas. Residu hasil penyaringan dicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi, penyaringan dilakukan saat masi panas karena untuk menghilangkan sisa-sisa asam dari residu. Kertas saring dan isinya di oven pada suhu 100-105ºC, sampel harus dikeringkan karena adanya air dalam sampel dapat menghambat kontak antara lemak dengan larutan pelarut, selain itu apabila pelarut lemak yang digunakan bersifat menyerap air maka pelarut akan jenuh dengan air sehingga proses ekstraksi tidak efisien. Residu sampel beserta kertas saring dimasukan kedalam selongsong, dan disekstrak dengan heksana pada suhu ±80ºC selama 3 jam, selanjutnya menyulingkan larutan heksana dan mengeringkan ekstrak lemak pada oven dengan suhu 100-105ºC kemudian mendinginkan dan menimbang. Proses pengeringan diulang kembali hingga tercapai bobot tetap. (Mansiz E, 2011).
f. Kalsium
Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium merupakan mineral makro yang amat penting bagi manusia, antara lain bagi metabolisme tubuh, penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot. Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, syaraf dan darah. ( Habank, 2009).
beberapa manfaat kalsium bagi tubuh, yaitu mengaktifkan syaraf, melancarkan peredaran darah, melenturkan otot, menormalkan tekanan darah, menyeimbangkan keasaman/kebasaan darah, menjaga keseimbangan cairan tubuh, mencegah Osteoporosis (keropos tulang), mencegah penyakit jantung, menurunkan resiko kanker usus, mengatasi kram, sakit pinggang, wasir, dan reumatik, mengatasi keluhan saat haid dan menopause, meminimalkan penyusutan tulang selama hamil dan menyusui, membantu mineralisasi gigi dan mencegah pendarahan akar gigi, mengatasi Kaki tangan kering dan pecah-pecah, memulihkan gairah seks yang menurun/melemah, mengatasi kencing manis (mengaktifkan pankreas). (Anonimous, 2011)
Kalsium adalah unsur yang agak lembut, kelabu dan kelogaman yang dapat disaring melalui elektrolisis kalsium fluorida. Kalsium terbakar dengan nyala kuning-kemerahan dan membentuk silatan nitrida putih apabila terpapar dengan udara dan menebarkan hidrogen serta membentuk kalsium hidroksida. (Habank, 2009).
Didalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk:
• Transmisi Saraf
• Kontraksi Otot
Pada waktu otot berkontraksi, kalsium berperan dalam interaksi protein didalam otot, yaitu aktin dan myosin. Bila darah kalsium kurang dari normal, otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi. Tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang.
• Mengatur pembekuan darah
Bila terjadi luka, ion kalsium di dalam darah merangsang pembebasan fosfolipida tromboplastin dari platelet darah yang terluka. Tromboplastin ini mengkatalisis perubahan protrombin, bagian darah normal, menjadi trombin. Trombin kemudian membantu perubahan fibrinogen, bagian lain dari darah, menjadi fibrin yang merupakan gumpalan darah.
• Menjaga permeabilitas membrane sel
Beberapa fungsi kalsium lain yaitu meningkatkan fungsi transport membrane sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membrane, dan transmisi ion melalui membrane organel sel.
• Katalisator reaksi-reaksi biologic
Kalsium berfungsi sebagai katalisator berbagai reaksi biologic, seperti absorpsi vitamin B12, tindakan enzim pemecah lemak, lipase pancreas, ekskresi insulin oleh pancreas, pembentukan dan pemecahan asetilkolin, yaitu bahan yang diperlukan dalam memindahkan (transmisi) suatu rangsangan dari suatu serabut saraf ke serabut saraf lain. Kalsium yang diperlukan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi ini diambil dari persediaan kalsium dalam tubuh.
• Kalsium mengatur pekerjaan hormone-hormon dan faktor pertumbuhan.
Dilihat dari Sitologi dan Biologi molekul akan ditemukan bahwa kalsium merupakan salah satu kation penting bagi semua makhluk bernyawa. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengaruh ion kalsium besar sekali dalam aktivitas kehidupan manusia. Pada saat pembuahan, gerakan sperma menuju sel telur mengandalkan energi penuh yang dipasok oleh kalsium. Para ilmuwan menemukan bahwa, pada bagian depan DNA yang dibawa sperma terdapat sebuah pucuk yang terbentuk oleh kalsium. Pada saat mendekati sel telur, pucuk kalsium inilah yang memungkinkan sperma menembus membran dalam sel telur. Pada saat yang sama, partikel berbentuk gelombang yang dibentuk oleh kalsium mengelilingi sel telur. Inilah yang disebut getaran . Getaran kalsium dapat mengaktifkan sel telur sehingga ia dapat dibuahi. Sejak saat itu mulailah sebuah kehidupan baru. Dari sini dapat terlihat bahwa, kekurangan kalsium dapat mempengaruhi fungsi seksual dan keaktifan sperma secara langsung, dan menyebabkan kemandulan. (Habank, 2009).
g. Fosfor
Fosfor adalah unsur kimia dengan nomor atom 15 dan massa atom 30,9738, berwarna putih kekuningan. Unsur ini mempunyai titik lebur 44,1° C dan titik didih 280° C. ditemukan pada tahun 1669 oleh H. Brand. tidak terdapat bebas, banyak sekali di kerak bumi dalam kombinasi dengan unsur lain dan juga terdapat dalam mineral. Pengunaan fosfor dan senyawanya digunakan dalam pupuk, korek api, mesiu, petasan, pembasmi hama, logam paduan, sabun, kaca, porselen, layar pendar, pelunak air, bahan tambahan pada bensin, semikonduktor, dan perunut radioaktif. Pad abinatang fosfor terdapat dalam otak dan jaringan saraf, serta penting dalam pembentukan tulang dan gerakan otot. Pada tumbuhan fosfor berperan dalam pertumbuhan. (Yani A. 2011)
h. Aflatoksin
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari). Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. (Anonimous, 2011).
Aflatoksin adalah kumpulan mikotoksin yang terbentuk secara semulajadi daripada kulat yang tertentu sahaja terutama sekali Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Kekacang dan hasilannya - kacang tanah, pistachio, mentega kacang, badam, Bijirin dan hasilannya - jagung, beras, gandum, sekoi, minyak kacang soya, minyak jagung, minyak biji matahari, rempah ratus - cili, lada hitam, kunyit, halia, ketumbar dsb. (anonymous, 2011).

2.3. SISTEMATIKA (LAY OUT) CARA PEMBUATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI
Sekitar 50 % protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisaran antara 15 – 30%, sedangkan untuk pakan ayam petelurbekisaran antara 10-25% (Wina, 1999). Kandunganprotein bungkil kedelai mencapai 43 – 48%bungkil kedelai juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun zasat anti nutrisi tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan unggas (Boniran S, 1999).
1.Mula-mula kedelai disortasi untuk memilih kedelai yang baik, membuang benda asing dan kedelai yang rusak atau pecah.
2. Kemudian kedelai direndam selama 8 - 16 jam, dan direbus 30 menit.
3. Setelah itu, kedelai ditiriskan dan dipisahkan kulitnya.
4. Lalu dikeringkan dengan dijemur atau menggunakan oven dengan suhu 50 - 60 OC dan digiling halus sehingga diperoleh tepung kedelai. (Boniran S, 1999)
A. Memilih Kedelai yang baik
Benih yang baik adalah berukuran besar, tidak cacat, berwarna seragam (putih, kekuning-kuningan). Jumlah benih antara 40 - 50 kg per ha untuk tanaman monokultur, sedangkan untuk tanaman tumpangsari dengan jagung, yaitu 30 kg biji kedelai dan jagung 20 kg per ha.Untuk mendapatkan hasil yang tinggi, benih yang digunakan perlu memenuhi persyaratan berikut :
1). Daya kecambah tinggi (di atas 80%)
2). Murni atau tidak tercampur dengan varietas lain.
3). Bersih atau tidak tercampur biji-bijian tanaman lain dan kotoran.
4). Bersih, tidak keriput, dan tidak luka/tergores.
5). Baru, umur benih tidak lebih dari 6 bulan sejak dipanen.
6) Semakin baru benih, semakin baik mutunya.
Biji kedelai mempunyai nilai gizi yang terbaik diantara semua sayuran yang dikonsumsi di seluruh dunia. Karena kedelai kaya akan sumber protein, karbohidat, lemak nabati, mineral dan vitamin (Anonimous, 2006).
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Kandungan Gizi Kedelai
Kandungan gizi Kedelai hitam Kedelai kuning
Air 11,3 g 5 -9,4 g
Protein (Nx6,25) 37,3 29,6 – 50,3
Lemak 13,4 13,5 – 24,3
Karbohidrat 68,0 16,6 – 40,2
Abu 4,8 3,3 – 6,4
Ca 595 220
Fe 9,9 11
Sumber : Endang (1993)
Biji kedelai terdiri dari 7,3 persen kulit, 90,3 persen kotiledon (isi atau "daging" kedelai) dan 2,4 persen hipokotil. Kedelai mengandung protein rata-rata 35 persen, bahkan dalam varietas unggul kandungan proteinnya dapat mencapai 40 - 44 persen. Protein kedelai sebagian besar (85 - 95 persen) terdiri dari globulin dan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang (Anonimous, 2010). Kedelai mengandung sekitar 18 - 20 persen lemak dan 25 persen dari jumlah tersebut terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol. Disamping itu di dalam lemak kedelai terkandung beberapaposfolipida penting yaitu lesitin, sepalin dan lipositol. Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35 persen, dari kandungan karbohidrat tersebut hanya 12 - 14 persen saja yang dapat digunakan tubuh secara biologis. Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa yang larut dalam air. Sedangkan golongan polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alcohol (Anonimous, 2010)
B. Proses Perendaman
kedelai merupakan sumber protein paling baik. Akan tetapi, ada faktor-faktor penghambat dalam pengolahan kedelai sehingga harus diperhitungkan optimasi prosesnya. Variabel tetap yang digunakan adalah lama perebusan 20 menit, suhu perebusan 90°C, waktu penggilingan konstan, berat bahan 500 gram, perbandingan berat air : berat kedelai = 5:1. Sedangkan variabel berubahnya lama perendaman (1, 2, 3, 4, dan 5 jam) dan suhu perendaman (40, 50, 60, 70, dan 80°C). Pertama timbang bahan, rendam sesuai variabel, cuci kedelai, giling bersamaan dengan penambahan air sehingga terbentuk bubur.
Masak bubur tersebut dan suhu dijaga konstan. Saring dan ambil ampasnya. Ampas dikeringkan dalam oven kemudian dianalisa kadar proteinnya mengunakan metode kjedahl. Dari percobaan diperoleh hubungan % protein tak terekstrak dengan waktu dan suhu perendaman. Semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi suhu perendaman % protein tak terekstrak semakin menurun. Pada penelitian kami, variabel optimum dicapai pada lama perendaman 5 jam dan suhu perendaman 600C.(yuliana.2009)
C. Pemisahan Kulit / Pengupasan Kulit Biji Kedelai
Proses pengupasan secara tradisional memiliki beberapa permasalahan seperti kerugian terhadap waktu serta kualitas kupasan yang kurang maksimal. Perancang mesin pengupas kulit ari biji kacang kedelai disertai mekanisme pemisah antara biji dan kulit arinya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pengupasan. Mesin ini menggunakan sistem gesek dalam proses pengupasan, dimana pengupasan terjadi akibat adanya gesekan antara dua batu gerinda sebagai bidang gesek dengan biji kedelai. Proses pemisahan biji dengan kulitnya menggunakan media air yang mengalir. Mesin yang dirancang menggunakan motor 0,25 Hp, dengan celah bidang gesek 6 mm dan putaran 1 mesin 1028 rpm akan menghasilkan 50 kg biji kacang kedelai/jam. (Eka Darma, 2004)
D. Proses Pengeringan
Pengeringan dengan penjemuran masih banyak dilakukan petani. Pengeringan cara ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan mutu tergantung pada cuaca, untuk itu diperlukan alat pengering sederhana, praktis, dan menghasilkan mutu bahan yang baik. Pada umumnya pengeringan kedelai di Indoneseia dilalsulca dengan cara menjemur dibawah sinar matahari. Cara ini mempu. nyai beberapa kelemahan salah satunya yaitu, sangat tergantu' pada keadaan cuaca. Salah satu cara untuk mengatasi kelemah an tersebutadalah dengan menggunakan mesin pengering diantaranya mesin pengering tipe bak. Salah satu keuntungan penggu naan mesin pengering adalah, dapat diaturnya kondisi pengeringan sesuai dengan yang dikehendaki.(Ali,norizon.2011) Pengeringan kedelai pada musim penghujan masih menjadi masalah.
Pengeringan dengan pengering BBM dirasakan sangat mahal, karena sekitar 75% organ yang dikeringkan berupa limbah. Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah, biasanya petani kedelai mengangin-anginkan brangkasan kedelai dengan jalan menggantungkan ikatan-ikatan brangkasan di sekeliling rumahnya. Dengan cara ini hasil yang didapat tidak memuaskan. Mutu kedelai dan harga jualnya menurun. Hasil penelitian (Setyono dan Sujadi, 1996) menunjukkan bahwa brangkasan kedelai yang dihamparkan selama 4 bulan dengan ketebalan 30 cm, kerusakan yang terjadi hanya 1,1 persen. Cara ini sulit dikembangkan karena banyak memakan tempat. Cara penggantungan gedengan brangkasan di sekeliling rumah selama 4 bulan menyebabkan kerusakan sebesar 9,20 persen. Hasil penelitian yang lain (Sutrisno, 1988 dan 1989) menunjukkan bahwa pengeringan kedelai brangkasan dengan menggunakan pengering bahan bakar limbah pertanian (APESSI) dengan pengeringan 70 derajat Celsius dapat mempersingkat waktu menjadi sekitar 9 jam. Biaya pengeringan cukup mahal yaitu Rp 15 per kg kedelai brangkasan basah, akibat terbatasnya kapasitas.
Kelemahan yang ditemui yaitu selain rendahnya persentase biji kedelai dalam brangkasan (sekitar 25 persen), sulit untuk mendapatkan densiti tumpukan brangkasan yang homogen. Akibatnya kecepatan aliran udara pengering di setiap titik dalam tumpukan brangkasan beragam dan tingkat kekeringan biji kedelai pada akhir pengeringan akan beragam pula. Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka disain pengering kedelai masa depan (dengan tujuan mutu hasil pengeringan tinggi, dan biaya murah) haruslah memperhatikan faktor-faktor berikut:
a. Kapasitas kerja alat besar untuk menekan biaya pengeringan.
b. Suhu pengeringan 70 derajat Celsius untuk meningkatkan efisiensi pengeringan dari faktor waktu yang lebih singkat dengan tanpa mengorbankan mutu.
c. Bahan bakar limbah pertanian yang murah untuk menekan biaya pengeringan.
d. Pemanasan udara pengering secara tidak langsung untuk mempertahankan aroma.
e. Operasi pengeringan secara bertahap, pengeringan brangkasan sampai kadar air pembijian dan dilanjutkan dengan pengeringan biji ose kedelai sampai kadar air 14 persen.
Pada saat dilakukan pengeringan kedelai brangkasan perlu dilakukan pengadukan untuk mendapatkan kadar air bahan yang seragam. (Anonimous.2011)
E. Proses Penggilingan
Hasil penelitian menunjukkan kapasitas output penggilingan kedelai alat penggiling tipe burr mill dengan menggunakan frekuensi putar 730 rpm sebesar 107,543 kg/jarn, efisiensi penggilingan 98,936 % , dengan lama waktu penggilingan 0,092 jarn dan standar deviasi sebesar 0,002 jam. Modulus kehalusan kedelai giling didapatkan sebesar 3,642, diameter rata-rata 1,313 mm dan indeks keseragaman 3:4:3. Total biaya pokok yang didapatkan dari analisis ekonomi mesin dan penggilingan sebesar Rp 138,795lkg. Mesin penggiling kedelai tipe burc mill in memiliki kapasitas yang besar dan biaya pokok yang relatif kecil. Tetapi, dilihat dari hasil gilingannya, kehalusan kedelai giling yang dihasilkan tidak memenuhi kehalusan untuk dijadikan tepung sebagai bahan pembuat sereal, Hal ini terjadi karena kedelai tidak tergiling sempurna oleh plat batu penggiling pada saat penggilingan berlangsung. Hasil gilingan kedelai yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan minyak kedelai dengan melakukan pengolahan lebih lanjut.(Yandi utama 2009)
proses penggilingan Pada tugas akhir ini mesin penggiling biji kedelai dirancang menggunakan dua buah batu giling yang diputar dengan motor listrik. Mesin ini memiliki fungsi ganda yaitu menggiling biji kedelai dan dilengkapi dengan mekanisme penyaringan. Media saringannya dibuat dari kawat halus yang berlubang (kawat ram), yang dipasang pada bagian batu yang berputar sehingga pada saat proses penggilingan, hasil gilingan yang keluar dari mesin sudah dipisahkan antara ampas kedelai dan sari kedelai melalui saluran yang berbeda. Dari perhitungan dan percobaan yang dilakukan, mekanisme alat penggiling ini dapat mempersingkat waktu penggilingan dan menghasilkan kualitas kekentalan sari kedelai yang sama dari alat sebelumnya, sehingga laju produksi dapat ditingkatkan.(Haidi, 2003)
Dari pembuatan minyak kedelai dihasilkan bungkil kedelai tanpa kulit dengan kadar protein 40 - 50 persen.Bungkil ini dapat dibuat tepung, isolat dankonsentrat protein kedelai. Karena sifat fungsional yang baik, produk-pmduktersebut banyak digunakan dalam industri sebagai bahan formUlasi berbagaimakanan. Disamping dari bungkil, tepung kedelai dapat juga dibuat dari biji kedelai utuh. Berdasarkan kandungan lemaknya, tepung kedelai terdiri alas duarnacam, yaitu tepung kedelai berlemak penuh dan tepung kedelai betlemakrendah. Yang paling banyak diperdagangkan adalah tepung kedelai berlemakrendah yang dibuat dari bungkil kedelai.(anonymous, 2011)
Dalam pembuatan tepung kedelai, proses pemanasan (perebusan, pengukusan atau penyaringan) merupakan tahap yang penting. Pemanasan ini berakibat antitripsin dan enzim lipoksigenase menjadi tidak aktif, hingga tepungnya bergizi tinggi dan tidak berbau langu. Jika bungkil kedelai hasil samping ekstraksi minyak kedelai digunakan sebagai bahan baku untuk membuat tepung kedelai, hasilnya merupakan tepung kedelai berlemak rendah (low fat soy tlocuj. Bungkil kedelai tersebut masih mengandung heksana (pelanit yang digunakan untuk mengekstrak minyak kedelai), senyawa volatil penyebab bau langu dan antitripsin yang masih aktif. Penghilangan sisa pelarut dilakukan dengan pemanasan 71 - 82 OC sehingga heksana menguap. Bau yang tidak dikehendaki dihilangkan dengan uap panas yang dilewatkan pada bungkil dan disedot secara vakum, sehingga zat-zat volatil akan terisap dan keluar bersama-sama uap. Kemudian dilakukan proses pemanasan (dengan pengukusan, otoklaf atau penyangraian) untuk mematikan antiripsin dan enzim lipoksigenase. Setelah itu, dilakukan penggilingan dan penyaringan sehingga diperoleh tepung kedelai. (Mansiz E, 2011).

4. Layout Pembuatan Bungkil Kedelai
Tepung kedelai mentah merupakan hasil penggilingan kedelai dengan perlakuan tertentu sehingga bebas dari aroma yang tidak dikehandaki, bebas bahan-bahan asing dan berwarna normal (markley, 1950).
Tabel 1.2. Skema Sederhana Pembuatan Bungkil Kedelai
Meliputi :

Kedelai
Pembersihan, Pemecah, Pemilihan Kulit

Kulit (8 %) Keping Biji (89 %) Hipokotil (3 %)
Pemanasan
Penggilingan ekstraksi pelarut heksana
Pakan Ternak Pemisahan Pemisahan
Pelarut Pelarut
Bungkil Kedelai Minyak Kasar
Gambar 3. Proses pembuatan bungkil kedelai (Harris dan Karmas, 1989)

2.4. KANDUNGAN ZAT MAKANAN BUNGKIL KEDELAI
Menurut Suryahadi et al (1997) menjelaskan bahwa Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (ekspeller), dan secara kimia (solvent). Bungkil kedelai yang dihasilkan sceara mekanis lebih banyak mengandung minyak dan serat kasar, serta lebih sedikit kandungan proteinnya dibandingkan dengan bungkil kedelai yang dihasilkan dengan menggunakan larutan heksan. (Ali, 2006)
Bungkil kedelai mensuplai hampir 25% kebutuhan protein pada unggas (Mc Noughton et al, 1981), dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kedelai mengandung lisin tinggi. Namun, memiliki pembatas yang oleh banyak ahli dipandang sebagai inhibitor proteolitik yang paling penting dalam pakan unggas karena menyebabkan tersedianya beberapa asam amino esensial terutama lisin dan arginin menjadi berkurang ( Renner et al, 1953).ditambahkan pula oleh wardruop et al, (1985) bahwa penghambat tripsin bukanlah satu-satunya faktor dalam kedelai mentah yang dapat mengambat pertumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian Kadede et al, (1973) dan wardruop et al, (1985) bahwa perlakuan panas yang diberikan pada kedelai mentah menyebabkan penghambat tripsin menjadi berkurang bahkan sampai hilang, sehingga mampu meningkatkan Protein Efisiensi Rasio (PER) sebesar 40%. Selain penghambat tripsin, berkurangnya ketersediaan asam amino dan penurunan nilai nutrisi dalam bungkil kedelai disebabkan pula oleh pemanasan yang berlebih. (Ali, 2006)
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa sifat fisik pakan merupakan suatu hal yang penting untuk diketahui. Karakteristik sifat fisik bahan pakan lebih luas mencakup aspek tentang sifat fisik itu sendiri seperti ukuran, benruk, struktur, tekstur, warna, sifat-sifat optic dan penampakan, kemudian sfat-sifat yang menyangkut dengan panas seperti jenis panas, panas laten, konduktifitas,dan difusi panas. Selain itu, masih banyak terdapat sifat-sifat yang berhubungan dengan kelistrikan seperti konduktivitas listrik, konstanta dielektrik dan sabagainya. Lebih luas lagi sifat-sifat fisik bahan dapat dikembangkan menjadi sifat-sifat mekanik seperti elastiisitas dan kekentalan (Syarief dan Irawan, 1988). Keberhasilan tehnologi pakan, homogenitas pengadukan ransum, lju lairan pakan dalam organ pencernaan, proses absorpsi dan deteksi kadar nutrient, semuanya terkait erat dengan sifat fisik pakan.
Menurut Kling dan Woehbier (1983) dan Khalil (1999) menjelaskan ada enam parameter sifat fisik pakan yang penting, yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang dan factor hidroskopik.
1. Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya, satuannya adalah kg/m3. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Berat jenis memberikan pengaruh berat terhadap daya ambang partikel. Selain itu berta jenis juga merupakan penentu dari densitas curah. Berat jenis dan ukuran partkel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyampuran partikel dan stabilitasnya dalam pencampuran bahan pakan. Pakan atau ransum yang terdiri dari atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup besar, maka campuarn ini tidak stabil dan cenderung terpisah kembali. Oleh karena itu keadaan ini tidak dikehendaki dalam proses pembuatan campuaran ransum. Berat jenis sangat mempengaruhi ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis oleh pabrik pakan seperti pengemasan dari pengeluaran dari silo untuk dicampur atau digiling.
2. Kerapatan Tumpukan (KT)
Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3. Kerapatan tumpukan berpengaruh dalam daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis.. sifat ini juga berperan penting dalam perhitungan volume ruang yang dibutuhkan oleh suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur, elevator dan juga silo. Menurut Rutloff (1981) dalam Khalil (1999) pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan ysng besar (lebih dari 500 kg/m3)akan sulit dicampur dan campurannya akan terpisah kembali. Pakan yang memilki kerapatan tumbukan (kurang dari 450 kg/m3) waktu jatuh atau mengalir lebih lamadan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetric maupun gavimetrik. Pakan yang mempunyai nilai kerapatan tumpukan lebih dari 1000 kg/m3 bersifat sebaliknya. Adapun kerapatan tumpukan yang dimiliki oleh bungkil kedelai adalah 311,7-407,0 kg/m3.
3. Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)
Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan, kapasitas silo, container dan kemasan seperti karung terletak antar kerapatan tumbukan dan kerapatan pemadatan tumbukan. Komposisi kimia bahan turut mempengaruhi sifat fisik, terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis.
Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan memiliki hubungan yang sangat erat dan sangat berperan pada penentuan kapasitas silo, dan pencampuran bahan. Menurut suadyana (1998) menyebutkan bahwa kerapatan pemadatan tumpukan secara umum memiliki nilai menurun dengan semakin tingginya kandungan air.
4. Sudut Tumpukan (ST)
Sudut tumbukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari suatu tempat bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan. Bentuk kerucut itu akan menandakan mudah tidaknya bahan akan meluncur pada bidang masing-masing karena pengaruh gaya gravitasi. Sudut lancip yang terbentuk oleh lereng gundukan dengan bidang datar disebut sudut tumpukan. Targent sudut tesebut adalah koefisien gesekan antara butir yang satu dengan butir yang lainnya dalam bahan tersebut.
Pratomo (1976) menambahkan bahwa kegunaan praktis dari sifat sudut tumbukan ini adalah didalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt convevor dan alat material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan ari dasar suatu gudang penyimpanan bahan untuk kepentingan pengosongannya oleh gaya gravitasi.
Rutloff (1981) dan khalil (1999) menyatakan bahwa kemampuan mengalir (flowability) bahan sangat mempengaruhi penanganan. Misalnya kecepatan dan efesiensi pengosongan silo untuk memindahkan barang menuju unit pemindahan atau pencampuran. Sedangkan bungkil kedelai (ekstraksi) yang dikelompokkan berdasar pada tingkat kemudahan dalam pengangkutan dengan alat mekanik yaitu memiliki sudut tumpukan 28-38˚ dengan rataan 33˚.
5. Daya Ambang (DA)
Dalam Khalil (1999) menjelaskan tentang definisi daya ambang. Daya ambang merupakan jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas kebawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu, dengan satuan m/detik. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai persatuan waktu pada jarak yang telah ditetapkan maka daya ambangnya besar. Daya ambang berperan penting dalam efisiensi pengangkutan bahan dengan alat penghisap(Pneumatic Conveyor), agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partkel. Partikel yang mempunyai daya ambang besar akan lebih dahulu terhisap, sehingga bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat en cenderung bertumpuk pada bagan bawah.
Berdasarkan hasil penelitian Ali (2006) menyebutkan bahwa bungkil kedelai memiliki kadar air =10,16%, berat jenis =1213,94 kg/m3, kerapatan tumpukan =582,50 kg/m3, kerapatan pemadatan tumpukan =722,50 kg/m3, Sudut tumpukan =29,64˚ Dan daya ambang =4,56 m/detik.
Menurut SNI 1996 mutu bungkil kedelai digolongkan kedalam 3 golongan yang dapat dilihat pada table 1.3.
Table 1.3. Persyaratan Mutu Bungkil Kedelai
Komposisi Mutu Bungkil Kedelai
Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
Air (%) Maksimum 12 12 12
Protein Kasar (%) Minimum 47 44 41
Serat Kasar (%) Maksimum 6,0 6,5 9
Abu (%) Maksimum 6 7 8
Lemak (%) Maksimum 3,5 3,5 5
Ca (%) 0,2-0,4 0,2-0,4 0,2-0,4
P (%) 0,5-0,8 0,5-0,8 0,5-0,8
Aflatoksin (pbb) Maksimum 40 50 50
Sumber : SNI. 01-4227-1996
Namun, ini berbeda dengan yang disebutkan dalam SNI (1997) dimana telah disebutkan bahwa Bungkil kedelai merupakan produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyak secara mekanis (expeller) dan secara kimiawi ( solvent). Mutu bungkil kedelai digolongkan kedalam dua tingkatan mutu dengan perbedaan pada SNI (1996) yang menggolongkan mutu bungkil kedelai kedalam 3 kategori mutu. Adapun persyaratan mutu ini dikaitkan dengan kandungan nutrisi dan batas toleransi aflatoksin.(SNI, 1997).
Tabei 1.4. Spesifikasi Persyaratan Mutu
Komposisi kimia Bungkil kedelai I Bungkil kedelai II
Air (%) maksimum 12 12
Protein kasar (%) minimum 46 40
Serat kasar (%) maksimum 6,5 9
Abu (%) maksimum 7 8
Lemak (%) maksimum 3,5 5
Ca (%) 0,2-0,4 0,2-0,4
P (%) 0,5-0,8 0,5-0,8
Aflatoxin (ppb)maksimum 50 50
Urea (%) - -
Sumber : Standart Nasional Indonesia (SNI) : 1997
Bulk density bungkil kedelai yang baik adalah 594,1-610,2 g/l. Kandungan protein bungkil kedelai yang diperoleh secara mekanik adalah 41% dan mempunyai kandungan lemak 4,8%. Sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai kandungan lemak sebesar 1,32%. Bungkil kedelai agak rendah mengandung kalsium (0,27%). Kandungan phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%. Seperti biji kedelai, bungkil kedelai tidak menyediakan karoten dan vitamin D. Bungkil kedelai tidak kaya riboflavin tetapi kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan Niacin tidak tinggi, kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya.(cukai, 2010)
Dalam sumber yang lain disebutkan bungkil kedelai merupakan bahan makanan nabati sumber protein yang paling sempurna kandungan asam aminonya dibandingkan dengan bahan makanan nabati sumber protein lainnya. Bahan ini banyak digunakan dalam campuran ransum untuk ternak unggas, terutama di Negara maju. Kombinasi antara jagung atau sorghum dengan bungkil kedelai merupakan campuran ransum yang paling sempurna saat ini. Walaupun demikian, campuran ini masih saja kekurangan asam amino metionin, sehingga asam amino ini perlu ditambahkan dalam ransum. Kandungan protein kasar bungkil kedelai berkisar antara 44,0-48,5%, sedangkan kandungan energy termetabolismenya (ME) berkisar antara 2285-2576 kkal/kg bahan (scott et al,. 1982). Kandungan energy metabolisme yang dikoreksi dengan nitrogen (MEn) adalah 2440 kkal/kg (NRC, 1984). Kacang kedelai mentah mengandung zat anti nutrisi yaitu anti-trypsin yang dapat menghambat aktivitas enzim anti-trypsin, sehingga apabila diberikan pada ayam akan menghambat pertumbuhan, menurunkan produksi dan ukuran telur karena terganggunya pencernaan protein. Gangguan anti-trypsin ini dapat menyebabkan ukuran pancreas meningkat 50-100% dari normal. Hal ini dapat diatasi melalui pemanasan kacang kedelai, kacang kedelai mentah juga mengandung sejenis protein yakni hemaglutinin yang menyebabkan penggumpalan sel darah merah.
Menurut penelitian pesti et al (2003) bahwa bahan pakan dari nabati seperti bungkil kedelai dan bungkil kacang tanah dikatakan proteinya seimbang dengan protein dari hewani berupa limbah pengelupasan daging, susu skim atau butter milk. Terbukti dalam ransum ayam petelur masih ditambah asam amino esensial sintesis seperti L-threonine, L-trptophan, DL-methionine, dan L-lysine-HCL. Hasilnya pertambahan bobot ayam petelur umur 22 samapi 34 minggu nyata 0,39 kg pada ransum yang menggunakan bungkil kacng tanah yang mengandung protein sebesar 21 %. Pada bobot telur ayam umur mulai relative bertelur sama 44,44 g sampai 46,73 g, sedangkan umur ayam 30 minggu bobot telur nyata terkecil 53,73 g pada random dengan menggunakan bungkil kacanag tanah dengan kandungan protein ransum 16%.
Bungkil kedelai mengandung oligosakarida dari family galaktosida yang sulit dimamfaatkan unggas seperti raffinosa (1%)dan stachyosa (5%), dan juga mengandung sukrosa sebanyak 6%. Oligosakarida yang sulit dimamfaatkan ini dapat dihilangkan melalui penggunaan enzim dari luar atau dengan melarutkannya menggunakan ethanol.(Rizal, 2006). serta ditambahkan oleh Parakkasi, (2006) bahwaPenambahan asam amino esensial (lisin dan metionin) sekurang-kurangnya pada bahan makanan yang rendah kualitas proteinnya telah dilaporkan mempunyai efek dan respon yang positif (misalnya breuer et al, 1970). Selain itu, kendala terbesar dalam ketersedian bungkil kedelai di Indonesia karena belum banyak diproduksi di Indonesia dibanding dengan bugkil-bungkil lainnya. Disamping tinggi akan kadar protein, kualitas proteinnya pun baik. Namun, rendah akan Ca dan P serta tidak mengandung vitamin A ataupun vitamin D.
Hal ini terbukti dari statistic data impor bungkil kedelai Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2002 sebanyak 1,36 juta ton, tahun 2003 sebanyak 1,2 juta ton, dan tabun 2004 naik menjadi 1,35 juta ton. Walaupun di ketahui bahw aproduksi kedelai nasional Indonesia pada tahun 2004 mencapai 777.000 juta ton. Sedangkan pada tahun 2009 produksi kedelai Nasional mencapai 1 juta ton. Dan ternyata Indonesia masih melakukan impor terhadap kebutuhan pakan ternak Nasional seperti halnya bungkil kedelai.
Setiap komponen bahan pangan , terutama bahan nabati, secara alami dapat mengandung senyawa anti nutrisi yang dapat menurunkan nilai gizi bahan pangan tersebut. Adapun berbagai senyawa anti nutrisi yang banyak dipelajari dan di teliti misalkan anti-tripsin, hemaglutinin dan saponin.
Pada umumnya factor-faktor anti nutrisi dalam bahan pangan dapat dinonaktifkan melalui proses pengolahan. Namun terkadang proses pengolahan tidakn dilakukan dengan cara benar sehingga ada kemungkinan senyawa tersebut belum hilang, terutama untuk senyawa yang yang tahan tehadap proses pamanasan. Keberadaan zat anti nutrisi dalam bahan pangan dapat menurunkan nilai gizi secara biologis. Bahan pangan yang banyak mengandung zat anti nutrisi adalah kacang-kacangan dan sereal. Sehingga pengolahannya harus mendapat perhatian yang serius.
Zat anti nutrisi yang dimiliki oleh bungkil kedelai adalh anti-trypsin. Anti-trypsin merupakan senyawa yan mempunyai kemampuan menghambat aktivitas enzim proteolitikda telah ditemukan pada kacang-kacangan dan sereal. Anti nutrisi sebagai inhibitor protease merupakan protein dengan berat molekul yang relative kecil bervariasi antara 4.000-80.000 dan yang telah banyak dipelajari adalah yang terdapat pada bungkil kedelai. Jenis anti-trypsin terdapat sekitar lima sampai enam jenis inhibitor protease yang diidentifikasi terdapat dalam bungkil kedelai dan banyak dipelajari adalah yang pertama diisolasi dak dikarakterisasi oleh Kunitz pada tahun 1945,oleh Karena itu disebut dengan inhibitor Kunitz.
Mekanisme penhambatan anti-trypsin dengan menghambat senyawa proteolitk (trypsin dan kimotrypsin) yskni dengan terjadinya pembentukan ikatan kompleks antara enzim proteolitik dengan senyawa anti-trypsin (adanya interaksi protein-protein ). Pertama, akan terjadi pemutusan ikatan disulfide antara arginine-isoleusine pada senyawa inhibitor oleh enzim trypsin untuk membentuk senyawa inhibitor modifikasi. Selanjutnya terjadi ikatan antara gugus hidroksil serin yang terdapat pada sisi aktif enzim trypsin dan gugus karbonil arginin yang terdapat pada senyawa inhibitor modifikasi yang baru dibebaskan. Senyawa komplek trypsin-inhibitor yang terbntuk menyebabkan enzim proteolitik tersebut kehilangan aktivitasnya sehingga menyebabkan daya cerba protein menjadi menurun. Sedangkan pengaruh fisiologis menurut penelitian menunjukkan bahwa tepung kedelai mentah setelah dihilangan lemaknya menghambat pertumbuhan sampel percobaan, menurnkan absorpsi lemak dan energy, mengurangi daya cerna protein, menyebabkan pembesaran (hipertrofi) pancreas, Menstimulir sekresi anzim yang berlebihan dari pancreas dan mengurangi ketersediaan asam amino, vitamin dan mineral. Factor anti-trypsin berperan penting dalam penghambatan pertumbuhan (30-50 %)da terjadinya hipertrofi pancreas (100 %).walaupun demikian, anti-trypsin hanya bertanggung jawab terhadap 40 % pengambatan pertumbuhan dan terjadinya hipertrofi pancreas pada hewan percobaan.(Palupi dkk,2007)
Walaupun demikian, bungkil kedelai mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi industry pakan ternak bisa jadi merupakan “produk utama” atau “limbah” dari pengolahan kedelai. Hal ini terbukti kandungan protein bungkil kedelai dapat mencapai 49 % jika tanpa adanya penambahan hull (serpihan kulit ari atau sekam) kembali kedalam ampas kedelai. Untuk mendapatkan nilai protein 44 % maka kira 14,5 % kedalam ampas kedelai. Nilai serat kasar otomatis bertambah dengan adanya penambahan hull tersebut. Bungkil kedelai atau Soybean Meal (SBM) merupakan sumber protein dalam menyusun ransum pakan ternak. Memang bukanlah satu-satunya, Karena sumber protein yang lain seperti Corn Glutel Meal (CGM), Meat and Bone Meal (MBM) dan tepung ikan (Fish Meal) bisa juga digunakan dalam melengkapi kekurangan kandungan protein dalam menyusun formulasi ransum bagi ternak. Namun, perbedaan yang mencolok dengan bahan yang disebutkan diatas yaitu bungkil kedelai merupakan salah satu bahan untuk formulasi ransum ternak yang memiliki protein dari jenis tumbuhan yang lebih dikenal dengan protein nabati. Dimana protein ini umunya memiliki kandungan yang lebih stabil dibandingkan dengan bahan yang memiliki kandungan potein hewani (protein yang berasal dari hewan). Selain itu, penggunaan tepung ikan misalnya semakin jarang digunakan dalam menyusun ransum ternak, Karena harganya dipasaran Nasional maupun pasaran Internasional sudah melambung tinggi.
Bungkil kedelai memiliki konsentrasi kandungan zat yang mengandung 44 sampai 55% protein. Protein dalam kedelai merupakan protein biologis bernilai alami yang bisa diekstraksi dengan menggunakan minyak dan pemanasan untuk menghilangkan zat yang terkandung yaitu metabolit sekunder (anti nutrisi). Kebanyakan kedelai diproses dengan bahan pelarut. Dalam proses hidrolisis dilakukan produksi tepung menjadi variable protein serta terkadang dibuat menjadi protein dengan kadar dan nilai biologis yang rendah. Jadi dibuat menjadi dua bahkan tiga bagian dalam sekali melakukan analisis.
Hasi akhir ekstraksi Minyak kedelai yang berupa tepung maupun bungkil kedelai merupakan dua produk mayoritas yang diperoleh dari kedelai. Minyak kedelai yang utama digunakan dalam menggoreng sayuran dan produksi sabun. Adapun yang terakhir dibuat menjadi pakan ternak.
Table 1.5. Komposisi Tepung Bungkil Kedelai Dalam Persen
Tepung Bungkil Kedelai Dengan Pelarut Tepung Bungkil Kedelai Tanpa Pelarut
Protein Kasar
45.0 49.0
-Arginine
3.4 4.0
-Lysine
2.4 2.35
-Methionine
0.65 0.7
-Cystine
0.64 0.70
-Triptopan
0.66 0.7
-Thereonine
1.8 2.2
Lemak (Ekstrak Lemak)
1.0 1.3
Serat Kasar
7.0 3.2
Energy Metabolisme (Kal/lb) 1000.0 1100.0
Sumber : Patrick (1965)
Dari pembuatan minyak kedelai dihasilkan bungkil kedelai tanpa kulit dengan kadar protein 40-50 persen. Bungkil ini dapat dibuat tepung, isolate dan konsentrat protein kedelai. Karena sifat fungsionalis yang baik , produk-produk tersebut banyak digunakan dalam industri sebagai bahan formulasi berbagai pakan. Disamping dari bungkil, tepung kedelai juga dapat dibuat dari kedelai utuh.
Namun, apabila bungkil kedelai yang diekstraksi dari minyak kedelai digunakan dalam pembuatan tepung kedelai. Hasilnya merupakan tepung kedelai berlemak rendah (Low Fat Soy Flour). Bungkil kedelai tersebut masih mengandung heksana (pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi minyak kedelai),senyawa volatile penyebab bau langu dan anti tripsin yang masih aktif. Penghilangan sisa pelarut digunakan dengan pemanasan 71-82˚ C sehingga heksana menguap. Bau yang dikehendaki dihilangkan dengan uap panas yang dilewatkan pada bungkil dan disedot secara vakum, sehingga zat volatile akan terhisap dan keluar bersama uap. Kemudian dilakukan proses pemanasan (dengan pengukusan,autoklaf atau penyangraian) untuk mematikan anti tripsin dan enzim lipoksigenase. Setelah itu, dilakukan penggilingan dan penyaringan sehingga diperoleh hasli akhir tepung kedelai. Sehingga semakin jelas bagaimana perbedaan hasil akhir (bentuk, warna serta kandungan nutrisi) yang ditunjukkan oleh bungkil kedelai dan tepung kedelai. (Anonymous, 2006)
Bungkil kedelai merupakan limbah dari industry minyak kedelai. Bungkil ini sangat di sukai ternak (Mc Donald et al, 1995). Secara kualitatif, kualitas bungkil kedelai dapat di uji dengan menggunakan kerapatan tumpukan dan uji apung kerapatan tumbukan yang baik adalah 594,1-610,2 kg/m3. Proses pembuatan bungkil kedelai dapat dilihat pada bagan dibawah ini. (Ali, 2006)
Menurut suharsono (1970)menyebutkan bahwa asam amino merupakan penyusun utama protein. Dan dibagi kedalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak diproduksi tubuh ternak terutama ternak unggas (Limitiing Amino Acid) sehingga serinng ditambahkan dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air. Namun tidak larut dalam pelarut organic nonpolar.
Sekitar 50% protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan pemakaiannya untuk ayam pedaging berkisar antara 15-30%, sedangkan untuk pakan ayam petelur 10-25% (Wina, 1999). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43-48%. Bungkil kedelai juga mengandung zat anti nutrisi seperti tripsin inhibitor yang dapat mengganggu pertumbuhan unggas, namun zat anti nutrisi tersebut dapat dirusak olh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai pakan unggas. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pangambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Boniran, 1999) serta ditambahkan Hutagalung, (1999) bahwa bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 %. (Sitompul, 2004)
Kandungan nutrisi bungkil kacang kedelai :
• Protein kasar : 42 – 50 %
• Energi metabolis : 2825 - 2890 Kkal/kg
• Serat kasar : 6 %
2.5. PENGGUNAAN BUNGKIL KEDELAI SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK
A. Penggunanaan Pada Unggas (Monogastrik)
Bahan makanan sumber protein sebagai penyusun utama pakan unggas adalah bungkil-bungkilan dan produk hewani. Bungkil-bungkilan yang utama adalah bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan bungkil wijen. Bungkil kacang kedelai merupakan sumber utama bahan makanan unggas dari keluarga bungkil-bungkilan. Bungkil kacang kedelai mempunyai kandungan protein berkisar 40 – 45%. Problem utama bungkil kacang kedelai adalah tingkat ketersediaan yang masih bergantung pada impor. Problem tersebut menyebabkan harga bungkil kacang kedelai mengikuti kurs mata uang asing terutama dollar karena sebagian besar harus diimpor dari Amerika Serikat. Pada masa krisis ekonomi di Indonesia ketersediaan bungkil kedelai menjadi sangat langka sehingga menyebabkan banyak industri pakan ternak dan peternak gulung tikar. Problem bungkil kacang kedelai yang lain adalah adanya anti nutrisi anti tripsin yang mengganggu kerja tripsin. Pemberian maksimal yang dianjurkan adalah sebesar 30%.
bungkil kedelai mengandung protein dan energi yang sangat tinggi serta kadar asam amino essensialnya lengkap bila secara terpadu digunakan bersama bahan baku jagung. Selanjutnya dikatakan bahwa protein bungkil kedelai sangat mudah dicerna ternak unggas. Penggunaan bungkil kedelai diusahakan tidak bersamaan dengan penggunaan jenis bungkil lagi, karena kualitas bungkil kedelai akan berkurang.
Kacang kedelai mentah tidak dianjurkan untuk dipergunakan sebagai pakan ayam karena kacang kedelai mentah mengandung beberapa trypsin, yang tidak tahan terhadap panas, karena itu sebaiknya kacang kedelai diolah lebih dahulu. Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai,mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%. Tetapi kandungan methionisne rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan methionisme dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik.
Bungkil kedelai merupakan limbah dari proses pembuatan minyak kedelai. Merupakan bahan makanan unggas yang banyak digunakan di Indonesia sebagai pendamping tepung ikan. Penggunaan bungkil kedelai dalam pakan perlu diperhatikan kuantitasnya, tidak boleh terlalu banyak, karena bungkil kedelai mengandung sedikit methionin sehingga kekurangan methionin akan sulit diatasi. Penggunaan bungkil kedelai berkisar antara 10 sampai 30 persen. Kisaran kandungan protein bungkil kedelai mencapai 44-51%. Hal ini selain oleh kualitas kacang kedelai juga macam proses pengambilan minyaknya. Pada dasarnya bungkil kedelai dikenal sebagai sumber protein dan energi.

B. Penggunaan Pada Hewan Ruminansia
Bungkil Kedelai Merupakan bahan pakan yang paling baik untuk ternak , mudah dicerna kadar proteinnya tinggi dan kaya akan asam amino essensial dan bila dikombinasikan dengan jagung akan menghasilkan pakan yang baik untuk ternak. Karena kadar lemaknya sangat tinggi sebaiknya pemberian tidak lebih dari 25% dari jumlah pakan konsentrat.
Bungkil kedelai mengandung 44 – 50 % protein kasar dan 5 – 6 % oligosakarida. Bungkil kedelai juga memiliki sejumlah racun, substansi stimulator dan inhibitor. Contohnya yaitu, senyawa goitrogen ditemukan pada bungkil ini dan penggunaannya dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit gondok pada ternak. Bungkil ini juga mengandung antigen yang berbahaya pada ternak preruminansia. Inhibitor tripsin pada bungkil ini, pada ternak nonruminansia dapat menghambat kecernaan protein. Saponin dan hemaglutinin pada bungkil kedelai dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Bungkil ini juga mengandung estrogen tanaman yang merupakan material growth promotor.
Bungkil kedelai merupakan suplemen protein yang biasa digunakan dalam ransum domba, karena mempunyai palatabilitas yang tinggi, daya cerna yang tinggi dan Asam Amino yang seimbang (Cheeke et al., 1982). Keuntungan bungkil kedelai sebagai penyusun ransum antara lain adalah dapat meningkatkan kualitas proteinyang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan protein. Bungkil kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi dan berkualitas baik, tetapi rendah akan kandungan kalsium dan phospor serta tidak mengandung vitamin A dan D (Parakkasi, 1983).Kandungan nutrisi bungkil kedelai menurut NRC (1994), yaitu portein kasar = 44%, lemak = 0,8%, serat kasar = 7%, Ca = 0,29%, P = 0,275% dan energi metabolis = 2230 kkal/kg. Selain kandungan nutrisi yang telah disebutkan diatas, bungkil kedelai juga mengandung asam amino yang sangat penting untuk domba.




















BAB III
KESIMPULAN
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak yang dapat diproses dan dipisahkan sehingga menghasilkan minyak dan bungkil. bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya secara mekanis (ekspeller) atau secara kimia (solvent). Bungkil kedelai yang dihasilkan secara mekanis lebih banyak mengandung minyak dan serat kasar, serta lebih sedikit kandungan proteinnya dibandingkan dengan bungkil kedelai yang dihasilkan dengan menggunakan larutan hexan. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Familia : Papilionaceae
Genus : Glycine
Species :Glycine max (L.) Merill

Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber protein yang paling baik
serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein
berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein. Kandungan protein kasar bungkil kedelai berkisar antara 44,0-48,5%, sedangkan kandungan energy termetabolismenya (ME) berkisar antara 2285-2576 kkal/kg bahan. Kandungan energy metabolisme yang dikoreksi dengan nitrogen (MEn) adalah 2440 kkal/kg. Kacang kedelai mentah mengandung zat anti nutrisi yaitu anti-trypsin yang dapat menghambat aktivitas enzim anti-trypsin, sehingga apabila diberikan pada ayam akan menghambat pertumbuhan, menurunkan produksi dan ukuran telur karena terganggunya pencernaan protein. Sehingga perlu mendapat perlakuan misalkan dengan pemanasan maupun dengan penyangraian.
Bulk density bungkil kedelai yang baik adalah 594,1-610,2 g/l. Kandungan protein bungkil kedelai yang diperoleh secara mekanik adalah 41% dan mempunyai kandungan lemak 4,8%. Sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai kandungan lemak sebesar 1,32%. Bungkil kedelai agak rendah mengandung kalsium (0,27%). Kandungan phospor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%. Seperti biji kedelai, bungkil kedelai tidak menyediakan karoten dan vitamin D.
Bungkil kedelai diklasifikasikan menjadi beberapa kelas menurut kandungan nutrisi yang dikandungnya dengan berpacu pada Standar Nasional Indonesia yang berkenaan dengan mutu bungkil kedelai. Baik yang Berstandar Indonesia dengan terbitan tahun 1996 maupun terbitan tahun 1997.
Dari struktur bungkil kedelai sendiri mengandung beberapa unsur diantaranya adalah unsur air, protein kasar, serat kasar, abu, lemak, kalsium, pospor, dan aflatoksin, yang dimana dari setiap struktur nutrisi yang menyusun atau terdapat dalam bungkil kedelai memiliki fungsi dan kegunaan serta menimbulkan efek dalam tubuh, baik efek positif maupun negatif. bungkil kedelai banyak mengandung nutrisi sehingga baik untuk proses pertumbuhan.
Dari hasil pemisahan kedelai (bungkil kedelai) ini dapat diolah lagi sehingga akan menghasilkan sebuah tepung, yang dimana tentunya tepung ini akan memiliki nilai jual yang lebih dikarenakan tingkat kecernaan yang lebih baik disbanding dengan bungkilnya. Hal ini disebabkan oleh bentuk dari bungkil sendiri yang telah disederhanakan.
Bungkil Kedelai Merupakan bahan pakan yang paling baik untuk ternak , mudah dicerna kadar proteinnya tinggi dan kaya akan asam amino essensial dan bila dikombinasikan dengan jagung akan menghasilkan pakan yang baik untuk ternak. Karena kadar lemaknya sangat tinggi sebaiknya pemberian tidak lebih dari 25% dari jumlah pakan konsentrat. Namun, pada hewan non-ruminansia digunakan hanya sebesar Pemberian maksimal yang dianjurkan adalah sebesar 30%.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ahmad Jakfar. 2006. karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa Dan Bungkil Sawit. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32619/D06aja1.pdf?sequence=1. Di akses pada 22 Juni 2011
Anonymous. 1996. Bungkil Kedelai Sebagai Bahan Baku Pakan (SNI). http://jajo66.files.wordpress.com/2008/05/sni-bungkil-kedelai.pdf. Di akses pada 24 Juni 2011.
Anonymous. 2008. Ransum Ayam Kampung. http://martsiano.wordpress.com/2008/06/27/ransum-ayam-kampung/ . Di akses pada 22 Juni 2011
Anonymous. 2009. Komponen pnyusun bungkil kedelai. http://www.poultryindonesia.com. Di akses 25 mei 2011
Anonymous. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember: FTP UNEJ
Anonymous. 2010. Lemak. www.wikipedia.org. diakses 27 Juni 2011
Anonymous. 2010. Memilih kedelai yang baik. http://dewey.petra.ac.id. Diakses 25 Juni 2011
Anonymous. 2010. Pakan Untuk Ternak Sapi Potong. http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=198:-pakan-untuk-ternak-sapi-potong-&catid=1:info-teknologi. Di akses pada 19 Juni 2011
Anonymous. 2010. Protein. http://info.medion.co.id. Di akses 25 mei 2011
Anonymous. 2011. Aflatoksin. http://id.wikipedia.org/wiki/Aflatoksin. diakses 25 Juni 2011
Anonymous. 2011. Air. http://id.wikipedia.org/wiki/Air . Di akses 27 Juni 2011
Anonymous. 2011. Kalsium. www.wikipedia.org. Di akses 27 Juni 2011
Anonymous.2006.Kepekatan Protein Kedelai. http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Pekatan%20protein%20kedelai.pdf. Di akses pada 12 Juni 2011
Anonymous.2011. Proses pengeringan. http://repository.ipb.ac.id. Di akses 17 Juni 2011
Ardian. 2011. Air dalam kehidupan. http://id.wikipedia.org/wiki/Air. Di akses 17 Juni 2011
Bertha. 2010. Pengujian Mutu Bungkil Kedelai. http://btagallery.blogspot.com/2010/04/pengujian-mutu-bungkil-kedelai.html . Di akses pada 21 Juni 2011
Boniran, S. 1999. Quality Control Untuk Bahan Baku Dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop American Soybean Associationdan Balai Penelitian Ternak. hlm 2-7.
Cisarua. 2009.Bungkil Kedelai. http://cisaruafarm.com/posting/bahan-baku-pakan/bungkil-kedelai/ . Di akses pada 27 Juni 2011.
Cukai. 2010. Bungkil Kedelai. http://cisaruafarm.com/posting/bahan-baku-pakan/bungkil-kedelai/. Di akses pada 18 Juni 2011.
Mardiyanti. 2005. Dalam Ransum Yang Mengandung Ampas Teh (Camelia sinensis) Terhadap Performans Domba Lokal Jantan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11446/2005mma.pdf?sequence=2. Di akses pada 20 Juni 2011.
Eka, D. 2004. http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_1035.html. Di akses 27 Juni 2011
Habank. .2009. Kalsium. http://aamhabank.blogspot.com/2009/01/kalsium.html. diakses 25 Juni 2011. Di akses 27 Juni 2011
Haidi.2003. Proses penggilingan. http://repository.unand.ac.id. Di akses 1 Juni 2011
Harris dan Karmas. 1989. Sistematika (lay out) cara pembuatan tepung bungkil kedelai. http://dewey.petra.ac.id. Di akses 25 Juni 2011
Julisti, B. 2010. Pengujian mutu bungkil kedelai. http://btagallery.blogspot.com/2010/04/pengujian-mutu-bungkil-kedelai.html. diakses 5 juni 2011.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air Dan Ukuran Partikel Terhadap Perubahan Perilaku Fisik Bahan Pakan Local: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumbukan Dan Berat Jenis. Media Peternakan Vol.22no. 1 : 1-11.
Mansiz, E. 2011. Analisa Pada Bungkil Kedelai. http://endrah.blogspot.com/2009/10/analisa-pada-bungkil-kedelai.html. Di akses 15 Juni 2011
Mardiyanti. 2005. Substitusi Tepung Ikan Dengan Bungkil Kedelai
Markley. 1950. Tepung kedelai. http://repository.unand.ac.id. Di akses 1 Juni 2011
Murniati. 2008. Pengaruh Penggunaan Pakan Suplemen Yang Mengandung Bungkil Kedelai Terhadap Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Peranakan Ongole Jantan. http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/77191507200905221.pdf. Di akses pada 22 Juni 2011.
Palupi, NS dkk. 2007. Metode Evaluasi Efek Negative Komponen Non Gizi. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/251093441.pdf. Di akses pada 22 Juni 2011.
Parakkasi, Aminuddin. 2006. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Monogastrik. Jakarta : UI Press
Patrick, Homer. 1965. Poultry : feeds and nutrition. Second edition. Margantown USA : AVI publishing company, INC
Pesti, G.M , dkk. 2003. Comparison Of Peanut Meal And Soynean Meal As Protein Suplements For Laying Hens. Poultry Science 82: 1274-1280
Renner, R., D.R. Clandinin, and A.R. Robblee. 1953. Action of moisture on damage done during over-heating of soybean oil meal. Poultry Sci. 32: 582-585.
Rida.2010.Bahan Pakan Sumber Limbah. http://ridanurfa.blogspot.com/2010/11/bahan-pakan-bersumber-limbah.html. Di akses pada 19 Juni 2011
Riza. 2009.Laporan Praktikum Uji Bungkil Kedelai. http://www.scribd.com/doc/31759836/Pengujian-Mutu-Bungkil-Kedelai. Di akses pada tanggal 27 Juni 2011
Rizal, Yose. 2006. lImu Nutrisi Unggas. Padang : Andalas University Press.
Sitompul,Saulina. 2004. Analisis Asam Amino Dalam Tepung Ikan Dan Bungkil Kedelai. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bt09104k.pdf.Di akses pada 12 Juni 2011
Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI Bungkil Kedelai Bahan Baku Pakan. SNI. 01-4227-1996.
Sutardi, T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu – Ilmu Nutrisi Ternak. Makalah orasi ilmiah sebagai guru besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada Fakultas Peternakan. IPB.
Wina. 1999. Kualitas protein bungkil kedelai:metode amnalisa dan hubungannya dengan penampilan ayam. Kumpulan makalah feed Quality management workshop.american soybean associationdan balai penelitian ternak.hlm 1-3.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yani, A. 2011. Pengertian Fosfor. http://id.shvoong.com . Di akses 25 Juni 2011
Yuliana. 2009. Proses perendaman. http://dewey.petra.ac.id. Diakses 25 Juni